Dasar Hukum Tawasul Al-Fatihah untuk Orang yang Sudah Meninggal
Tawasul diambil dari kata wasilah yang berarti jalan perantara, yang berarti jalan perantara agar doa seseorang lebih mudah dikabulkan oleh Allah SWT. Atau bisa juga menjadi salah satu cara untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT. Tentunya tawasul juga tergolong ibadah yang disunnahkan dalam Islam, sebab didasari oleh salah satu hadis yang berbunyi:[1]
عَنْ عُثْمَانَ بْنِ حُنَيفِ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ أَنَّ رَجُلًا
ضَرِيرَ الْبَصَرِ أَتَى النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ
اُدْعُ اللهَ تَعَالَى أَنْ يُعَافِينِي قَالَ إِنْ شِئْتَ دَعَوْتُ وَإنْ شِئْتَ
صَبِرْتَ فَهُوَ خيْرٌ لَكَ قَالَ فَادْعُهُ فَأَمَرَهُ أَنْ يَتَوَضَأَ
فَيُحْسِنَ وُضُوءَهُ وَيَدْعُو بِهَذَا الدُّعَاءِ اللَّهُمَّ إِنِّي أَسْألُكَ
وَأتَوَجَّهُ إلَيكَ بِنَبيكَ مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيهِ وَسَلَّمَ نَبِيِّ
الرَّحْمَةِ يَا مُحَمَّدُ إِنِّي تَوَجَّهْتُ بِكَ إِلَى رَبِّي فِي حَاجَتِي
هَذِهِ لِتُقْضَى لِي اللَّهُمَّ فَشَفِّعْهُ فِيَّ رواه الترمذي و إبن ماجة
Dari Utsman bin Hunaif RA, sesungguhnya seorang lelaki buta penglihatannya mendatangi Nabi SAW kemudian berkata, "Doakan aku kepada Allah agar menyembuhkanku!" Nabi menjawab, "Jika engkau berkehendak agar aku mendoakan dan jika engkau berkehendak untuk sabar maka itu lebih baik bagimu." Kemudian ia mengatakan, "doakan!" kemudian Nabi memerintahkannya untuk berwudhu dengan memperbagus wudhunya dan menyuruhnya berdoa dengan doa ini, "ya Allah sesungguhnya aku meminta kepada-Mu dan menghadap kepada-Mu dengan perantara Nabi-Mu Muhammad SAW Nabi pembawa rahmat. Wahai Muhammad aku menghadap kepadamu meminta kepada Tuhanku atas permintaanku ini. Agar Allah mengabulkannya kepadaku, ya Allah berikan aku kesembuhan." (HR. Tirmidzi dan Ibnu Majah)
Baca juga: Apa Perbedaan Antara Lomba dan Judi?Dari
hadis tersebut dengan jelas disebutkan bahwa Nabi Muhammad SAW menjadi media
tawasul bagi seseorang agar doanya lebih cepat terkabul.[2] Tidak hanya pada manusia, media tawasul yang disyariatkan juga bisa dengan hal
lain yakni:
1.
Tawasul kepada Allah SWT
dengan nama-nama-Nya.
2.
Tawasul kepada Allah SWT
dengan sifat-sifat-Nya.
3.
Tawasul kepada Allah SWT
dengan perbuatan-perbuatan-Nya.
4.
Tawasul kepada Allah SWT
dengan beriman kepada-Nya.
5.
Tawasul kepada Allah SWT
dengan berdoa kepada-Nya.
6.
Tawasul kepada Allah SWT
dengan doa lelaki saleh yang mudah dikabulkan.
7.
Tawasul kepada Allah SWT
dengan amal saleh.[3]
Sedangkan yang dibahas kali ini berkenaan dengan surat al-Fatihah. Yang mana surat al-Fatihah sendiri termasuk tawasul yang berupa doa. Imam Ibnu Qayyum mengatakan di dalam tafsirnya: Pada surat al-Fatihah terdapat dua tawasul sekaligus, yakni tawasul dengan ibadah kepada Allah dan mengesakan Allah SWT. Tawasul merupakan hadiah bagi orang yang berdoa, maka kemungkinan besar akan mudah dikabulkan doanya jika bertawasul dengan surat al-Fatihah.[4]
Baca juga: Apakah Nasihat Harus Menyertakan Dalil Al-Qur'an atau Hadis?Berkenaan
dengan hal itu, Imam Ahmad bin Hambal menganjurkan bagi setiap orang jika
hendak memasuki area pemakaman hendaklah membaca surat al-Fatihah kemudian
dengan dua surat meminta perlindungan yakni surat an-Nas dan al-Falak, serta
membaca surat al-Ikhlas. Kemudian diniatkan dalam hatinya untuk menghadiahkan
pahala bacaan tersebut kepada ahli kubur yang ada di sana karena pahalanya
pasti akan sampai kepada mereka.
Syaikh
Ali bin Musa berpendapat, "boleh hukumnya membaca ayat al-Qur’an dijadikan
sebagai hadiah bagi ahli kubur." Pendapat tersebut menunjukkan, tidak
hanya surat al-Fatihah saja yang bisa dijadikan sebagai tawasul melainkan
seluruh bacaan al-Qur’an juga boleh untuk dijadikan tawasul bagi ahli kubur.
Diceritakan
dari Syaikh Abu Qilabah bahwasanya ketika ia melakukan perjalanan dari Syam
menuju kota Basrah. Di perjalanan beliau terperosok ke dalam parit yang di
dalamnya terdapat pemakaman. Kemudian ia menyucikan diri dan salat dua rokaat,
lalu ia meletakkan kepalanya di atas makam sampai ia tertidur. Di saat ia
terlelap dalam tidurnya, ia didatangi oleh ahli kubur dari makam tersebut,
mereka berkata, “kami merindukan kalian yang masih hidup. Setiap malam kami
disiksa, kalian tidak bisa mengetahui apa yang kami rasakan tapi kami
mengetahuinya. Kita kini sudah tidak bisa lagi beramal saleh. Setiap rakaat
salat dari salat dua rakaatmu tadi lebih baik daripada dunia seisinya. Semoga
Allah membalas orang yang berperilaku baik di dunia karena sebab doa mereka
yang dihadiahkan untuk kami menjadi sebuah cahaya yang sebesar gunung.”[5]
Wallahu
a’lam ...
[1] Syaikh Wahbah Az-Zuhaili, At-Tafsir Al-Munir Liz-Zuhaili, (Damaskus: Darul-Fikr Al-Ma’ashirah), jld 6 hlm 176
[2] Syaikh Muhammad bin Alan Al-Asy’ari Asy-Syafi’i (1057 H), Al-Futuhatur-Rabbaniah alal-Adzkarun-Nawawiah, (Mesir: Jamiah Nasyr wat-Ta’lif Al-Azhari), jld 4 hlm 301
[3] Syaikh Taqiyuddin Ad-Damaski (728 H), Qaidatul Jalilah, (Ajman: Maktabah Al-Furqan), hlm 17-82
[4] Imam Ibnu Qayyum Al-Jauziah (751 H), Tafsir Al-Qur’anul-Karim Liibnil-Qoyyum, (Beirut: Dar wa Maktabah Al-Hilal), hlm 28
[5] Imam Abu Hamid Al-Gazali (505 H), Ihya’ Ulumuddin, (Beirut: Dar Al-Ma’rifah), jld 4 hlm 492
3 komentar untuk "Dasar Hukum Tawasul Al-Fatihah untuk Orang yang Sudah Meninggal"
Silahkan masukkan komentar Anda di sini.